Tapai atau tape adalah kudapan
yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan pangan berkarbohidrat
sebagai substrat oleh ragi.
Di Indonesia dan negara-negara tetangganya, substrat ini biasanya umbi singkong
dan beras ketan.
Ragi untuk fermentasi tapai merupakan campuran beberapa mikroorganisme,
terutama fungi
(kapang dan jamur), seperti Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii,
Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis
fibuligera, dan Pediococcus
sp, namun tidak tertutup kemungkinan jenis lain juga terlibat. Tapai hasil
fermentasi dengan ragi yang didominasi S.
cerevisiae umumnya berbentuk semi-cair, lunak, berasa manis keasaman,
mengandung alkohol, dan memiliki tekstur lengket. Produksi tapai biasanya
dilakukan oleh industri
kecil dan menengah.
Pembuatan tapai
Dalam pembuatan
tapai ketan, beras
ketan dimasak dan dikukus terlebih dahulu sebelum dibubuhi ragi. Campuran tersebut
dilindungi dari udara terbuka dengan membungkusnya oleh daun dan diinkubasi
pada suhu 25-30 °C selama 2-4 hari. Daun yang digunakan bermacam-macam,
tergantung dari sumber daya yang tersedia, tetapi biasanya digunakan daun yang
lebar dan permukaannya licin. Tapai ketan yang siap dihidangkan biasanya
mengandung alkohol
dan teksturnya lebih lembut. Daun yang digunakan biasanya adalah daun pisang,
namun di beberapa tempat daun lain juga digunakan, misalnya daun jambu (Sizygium) atau karet para (Hevea brasiliensis).
Untuk membuat tapai singkong, kulit
umbi singkong harus dibuang terlebih dahulu.
Umbi yang telah
dikupas lalu dicuci, dikukus, dan kemudian ditempatkan pada keranjang
bambu
yang dilapisi daun pisang.
Ragi disebar pada singkong dan lapisan daun pisang yang
digunakan sebagai alas dan penutup. Keranjang tersebut kemudian diperam pada
suhu 28 – 30 °C selama 2 – 3 hari.
Selain rasanya yang manis dan aroma
yang memikat, tapai juga dibuat dengan beberapa warna berbeda. Warna tersebut
tidak berasal dari pewarna buatan yang berbahaya, melainkan berasal dari
pewarna alami. Untuk membuat tapai ketan berwarna merah digunakan angkak, pigmen yang
dihasilkan oleh Monascus purpureus,
sedangkan tapai ketan warna hijau dibuat menggunakan ekstrak daun pandan.
Pembuatan tapai memerlukan kecermatan
dan kebersihan yang tinggi agar singkong atau ketan dapat menjadi lunak karena
proses fermentasi yang berlangsung dengan baik. Ragi adalah bibit jamur yang digunakan untuk
membuat tapai. Agar pembuatan tape berhasil dengan baik alat-alat dan
bahan-bahan yang digunakan harus bersih, terutama dari lemak atau minyak.
Alat-alat yang berminyak jika dipakai untuk mengolah bahan tapai bisa
menyebabkan kegagalan fermentasi. Air yang digunakan juga harus bersih; menggunakan air hujan bisa mengakibatkan
tapai tidak berhasil dibuat.
Pengaruh konsumsi tapai bagi kesehatan
·
Keunggulan tapai
Fermentasi tapai dapat meningkatkan
kandungan Vitamin
B1 (tiamina)
hingga tiga kali lipat. Vitamin ini diperlukan oleh sistem saraf, sel otot, dan sistem pencernaan
agar dapat berfungsi dengan baik. Karena mengandung berbagai macam bakteri
“baik” yang aman dikonsumsi, tapai dapat digolongkan sebagai sumber probiotik
bagi tubuh. Cairan tapai dan tapai ketan diketahui mengandung bakteri asam laktat sebanyak ± satu juta per
mililiter atau gramnya. Produk fermentasi ini diyakini dapat memberikan efek
menyehatkan tubuh, terutama sistem pencernaan, karena meningkatkan jumlah
bakteri dalam tubuh dan mengurangi jumlah bakteri jahat. Kelebihan lain dari
tapai adalah kemampuannya tapai mengikat dan mengeluarkan aflatoksin
dari tubuh. Aflaktosin merupakan zat
toksik atau racun yang dihasilkan oleh kapang,
terutama Aspergillus flavus.
Toksik ini banyak kita jumpai dalam kebutuhan pangan sehari-hari, seperti kecap. Konsumsi tapai
dalam batas normal diharapkan dapat mereduksi aflatoksin
tersebut.
Di beberapa negara tropis yang
mengonsumsi singkong sebagai karbohidrat utama, penduduknya rentan menderita
anemia. Hal ini dikarenakan singkong mengandung sianida
yang bersifat toksik dalam tubuh manusia. Konsumsi tapai dapat mencegah
terjadinya anemia karena mikroorganisme yang berperan dalam fermentasinya mampu
menghasilkan vitamin B12.
·
Kelemahan tapai
Konsumsi tapai yang berlebihan dapat
menimbulkan infeksi
pada darah dan gangguan sistem pencernaan. Selain itu, beberapa jenis
bakteri yang digunakan dalam pembuatan tapai berpotensi menyebabkan penyakit
pada orang-orang dengan sistem imun yang terlalu lemah seperti
anak-anak balita, kaum lanjut usia, atau penderita HIV3. Untuk
mengurangi dampak negatif tersebut, konsumsi tapai perlu dilakukan secara
terkendali dan pembuatannya serta penyimpanannya pun dilakukan dengan higienis.
Istilah tapai di berbagai daerah
Sebagian besar tapai dibuat dari
fermentasi beras ketan (Oryza sativa)
atau singkong (Manihot esculenta).
Masyarakat Jawa Barat
lebih mengenal tapai singkong dengan sebutan peuyeum, sedangkan masyarakat Jawa Timur
lebih sering menyebutnya tape puhung.
Tapai ketan dikenal di kawasan Asia, terutama Asia Tenggara,
dengan nama lokal yang berbeda–beda : tapai pulut (Malaysia), basi
binubran (Filipina), chao
(Kamboja),
lao-chao (Tionghoa) atau chiu niang (Cina), dan khao-mak (Thailand).
Produk olahan tapai
Selain dapat dikonsumsi secara
langsung, tapai dapat dijadikan olahan lain atau dicampur dengan makanan dan
minuman lainnya. Tapai pulut menjadi komponen es cendol
dan es campur, atau dapat juga diolah kembali menjadi wajik dan dodol. Tapai singkong
selain bisa dijadikan campuran es cendol, es campur atau es doger, dapat pula
diolah menjadi makanan gorengan rondo royal (tapai goreng) dan colenak. Tape juga nikmat disantap
bersama tetel (istilah jawa
untuk ulenan ketan putih) atau di Jawa Barat
biasa disebut ulen.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Tapai
